The Demons (1973)

🌟 10/10 🌟

Sebuah film yang benar-benar baik dari Jess Franco. 

Dari semua film garapan sang legenda, The Demons adalah karya yang paling ‘kena’ untuk saya pribadi. Meski lagi-lagi film Franco seolah punya karakteristik tersendiri, bahkan untuk genre exploitation. Katakanlah marketnya sangat sempit, tapi di sisi yang lain sangat memuaskan.

Cerita yang dibawakan terdengar sepele : seorang penyihir dihukum mati, dan kata-kata terakhirnya sebelum dibakar hidup-hidup adalah mengutuk para pejabat pemerintahan, si penyihir bilang bahwa iblis akan membawa mereka ke dalam kematian yang pedih. Tak lama setelah penyihir itu mati, dua orang biarawati kerasukan iblis, mereka akan menuntut balas.

Ada dua versi untuk film ini, versi pertama adalah versi asli untuk rilisan DVD, serta satu lagi theathrical cut dengan banyak bagian dipotong disana-sini. Sayangnya versi kedua justru memotong adegan-adegan khas Franco dan membuat daya tariknya sirna. Meskipun bisa dimaklumi bahwa sebagian orang tentu tidak nyaman untuk menonton keseluruhan film ini.

Agama adalah topik sensitif, dan seks juga topik yang sama kontroversialnya. Apabila keduanya digabungkan, sebagian orang mungkin ingin menguliti Franco hidup-hidup. Meski begitu, nunsploitation bukan tema baru dalam exploitation, banyak film-film yang menggarap tema serupa : misalnya gereja setan, gereja seks, atau biarawati yang diperkosa dan menuntut balas. The Demons agak nyeleneh, karena bisa-bisanya seorang pimpinan yang lebih tua bisa terhasut untuk melakukan adegan panas dengan suster yang lebih muda.

Jess Franco selalu memiliki caranya sendiri untuk menampilkan hasrat terdalamnya akan S&M (sadomasokisme) seperti dalam film Marquis de Sade: Justine (1969)Eugenie (1970), atau Eugenie de Sade (1973). Ia seperti punya obsesi tersendiri dengan karya-karya Marquis de Sade dalam lingkup seksualitas. Di The Demons, Franco menyimbolkan bahwa penderitaan atau kematian selalu berjalan bersamaan dengan kenikmatan. Misalnya adegan suster bunuh diri, adegan dimana para tahanan dicambuk dan pejabat-pejabatnya malah terangsang, atau mungkin ide soal ‘ciuman kematian’ di film ini juga mengarah ke sana. 

Pembeda film ini dengan film-film Franco yang lain adalah rendahnya tingkat ‘fantasi’ dan sensasi psychedelic. Di sini Franco lebih membawakan ceritanya dengan serius, bahkan saya bisa bilang kengeriannya bisa tersampaikan dengan baik. Horror, sensual, erotis, tapi juga memiliki plot yang solid. Mudah diikuti tapi juga menarik secara visual, merangsang tapi juga mengerikan.

Jika seseorang berharap adanya cerita ‘surreal’ selayaknya film Franco biasanya, di film ini tidak akan ditemukan. Alih-alih dibawakan dengan gaya surealistik dan simbolisme yang kental, Franco melakukan pendekatan yang lebih bisa dinikmati semua kalangan, tapi sebagai gantinya ia menanamkan lebih banyak adegan panas dan adegan S&M yang lebih sadis. Sinting, tapi ini film Franco terbaik yang saya tonton—sejauh ini.

Nonton 08 Maret 2024.

Leave a comment

The Night Owl (2022)The Night Owl (2022)8th Feb 2024Azi Satria
Us X Her (2022)Us X Her (2022)8th Feb 2024Azi Satria
Design a site like this with WordPress.com
Get started