Antichrist (2009)

🌟 1/10 🌟

Tidak cocok dengan selera saya pribadi.

Antichrist ini seperti punya semangat yang sama dengan film-film eropa tahun 60-90an. Ada beberapa aspek yang menonjol seperti kenapa ia begitu atmospheric atau pemilihan visual yang indah dan mengerikan. Tapi kembali lagi bahwa film ini ternyata bukan selera saya.

Saya punya kecenderungan untuk menikmati sajian horor atau thriller yang intens dan mudah diikuti, bukan film yang ‘artsy’ seperti ini—jika bisa dibilang begitu. Saya menonton beberapa film yang membawa tema serupa sebelum ini, tapi rasanya ini tidak begitu menarik.

Saya tidak anti dengan film surreal, karena pada kenyataannya satu dari top 5 film favorit saya sepanjang masa adalah The Holy Mountain karya Jodorowsky. Atau film Eropa dengan visual yang cantik dan mengerikan seperti film-film Jess Franco saya masih suka. Hanya saja, Antichrist rasanya kurang menggigit.

Tidak bisa menulis banyak karena sepanjang film saya ngantuk. Adegan terbaiknya adalah hewan-hewan yang ditampilkan. Film ini seperti terbagi dalam dua hal : kurang absurd untuk menjadi film yang ‘absurd’, kurang seram untuk jadi horor, kurang menarik untuk tontonan awam, tapi juga kurang engaging untuk diikuti.

Pretentious, jika bisa dibilang begitu. Meski memang saya tidak punya kemampuan lebih untuk mendalami makna film ini. Tapi film adalah sebuah karya seni—ia akan berkaitan dengan pengalaman dan pemahaman penonton. Untuk banyak orang, ini film yang bagus sekali, untuk saya ini membosankan dan mirip video edgy yang dibuat remaja 20 tahunan setelah membaca setumpuk buku filsafat.

Saya tidak bermasalah dengan ukuran titit Willem Dafoe atau adegan ewean yang ditampilkan beberapa menit sekali. Slow motion yang secara konyol ditambahkan juga tidak menjadi masalah. Saya bukan ahli dalam sinema, apalagi sinefil, saya penonton awam yang merasa film ini tidak punya sisi menarik dari segi apapun.

Provoking atau shocking juga terdengar konyol setelah saya menyaksikan film ini isinya cuma fafifuwasweswos dan berganti ke keheningan selama beberapa menit. Saya tidak setuju dengan istilah ‘tontonan esensial’, ‘provoking’, ‘shocking’, atau ‘disturbing’. Itu sama konyolnya dengan bilang bahwa “Saya ateis” karena malas ibadah atau setelah membaca kutipan Karl Marx ‘Agama adalah opium untuk masyarakat’.

Tapi ya, kembali lagi pada selera. Saya tidak punya alasan ideologis untuk menentang film ini. Sebenarnya filmnya tidak membawa masalah-masalah tertentu, dia tidak menyinggung, tidak pula menghadirkan sesuatu yang mengganggu. Ini film aja. Hanya saja isinya cuma ewean, berantem, ewean lagi, hening, ewean, hening, penggambaran konyol soal hutan, ewean.

Ceritanya sebenarnya bisa dipahami : seorang ibu kehilangan anaknya yang masih balita, jatuh dari atas gedung sementara si ibu sedang ngewe. Selama beberapa waktu, penonton diperlihatkan berbagai kondisi trauma sang ibu paska kehilangan si buah hati. Penggambaran mengenai stress, depresi dan kerapuhan mental yang kemudian menjadi horor. Sang ibu terus mengalami kejadian aneh, tapi si bapak merasa istrinya itu hanyalah mengalami trauma.

Kalau pacar saya sedang sedih, saya lebih senang mengajaknya makan mie ayam daripada ngewe di tengah hutan.

Nonton 03 Maret 2024.

Leave a comment

Nocebo (2022)Nocebo (2022)25th Apr 2024Azi Satria
Tuhog (2023)Tuhog (2023)8th Feb 2024Azi Satria
Waktu Maghrib (2023)Waktu Maghrib (2023)7th Feb 2024Azi Satria
Design a site like this with WordPress.com
Get started