Salawahan (2024)

🌟 2/10 🌟

Sangat disayangkan ternyata durasi lebih panjang tidak menjamin film akan lebih baik.

Saya tidak terbiasa dengan film Vivamax yang durasinya sepanjang ini. Dua jam menonton Angeli Khang dengan kerumitan kisah hidupnya rasanya lebih membosankan dari film-film lain. Meskipun pada akhirnya ditutup dengan baik, tapi tetap terasa bahwa beberapa bagian hanya digunakan sebagai pengisi waktu saja.

Ceritanya, Melanie (Angeli Khang) baru saja pindah rumah untuk tinggal bersama dengan kekasihnya, Martin. Si Martin ini punya tempat fitness, jadi dia sehari-hari menjalankan bisnis gym. Melanie sendiri tidak terlalu dijelaskan secara langsung apa yang dikerjakannya, tapi beberapa kali ada adegan di sebuah toko perhiasan—atau barang antik (?). Masing-masing dari mereka punya keluarga dekat.

Martin punya adik, Leo namanya. Dia baru saja pulang dari Australia dan selama beberapa waktu tinggal di Filipina. Beda dengan Martin, Leo ini orangnya lebih pintar, emosinya lebih stabil. Semacam stereotyping, karena Martin digambarkan hanya mementingkan otot dan kemampuan berpikirnya rendah, sementara Leo lebih pintar sekalipun badannya tidak sebagus Martin. Melanie juga punya sepupu, namanya Angie. Keempat orang ini akan muncul lebih sering sepanjang film.

Apa yang ada di sinopsis itu ternyata sedikit dusta. Di sinopsis, dikatakan bahwa Mel dekat dengan tiga pria. Pria ketiga yang dimaksud adalah seorang penguntit yang keterlibatannya sebenarnya tidak begitu mempengaruhi jalan cerita secara langsung. Atau bahkan, sekalipun si penguntit dihilangkan, rasanya poin yang ingin disampaikan tidak akan berkurang. 

Patut diapresiasi karena film ini secara ajaib menjadi film Vivamax yang penempatan adegan dewasanya on point. Tidak sembarangan dan melekat dengan jalan cerita. Jika menonton film Jeffrey Hidalgo yang lain, Eva (2021) misalnya terasa berbeda jauh. Pemeran-pemerannya selalu digambarkan gila seks yang bisa melakukan ewita dimana saja, tapi beruntungnya Salawahan lebih masuk akal.

Teknis pengambilan gambarnya terasa lebih matang. Membandingkan dengan Karinyo Brutal (2024) yang rilis lebih awal tahun ini dari Vivamax, Salawahan lebih tinggi posisinya. Adegan seksnya tidak terlalu terasa palsu, sekalipun di sisi lain jadi lebih membosankan. Di titik ini saya mempertanyakan pilihan untuk diri sendiri—adegan dewasa yang ugal-ugalan seperti biasanya atau yang lebih masuk akal seperti ini, keduanya punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Seandainya jalan ceritanya bisa dibuat lebih menarik, sepertinya lebih menyenangkan. Bagian ceritanya ini sebetulnya agak pelik. Ceritanya bisa dijalankan di satu jam saja, tidak perlu sampai dua jam. Kedua, sebetulnya sudah cukup drama yang terjadi antara Mel, Martin dan Leo. Kehadiran stalker justru membuat semuanya kacau dan susah dinikmati. Malah sepertinya jadi lebih menarik kalau yang terlibat justru Angie atau Jen. Tapi ya sudahlah, memang konstruksinya sejak awal begitu.

Durasi yang cukup panjang rasanya disia-siakan, karakternya masih terasa dangkal dan dampaknya bagian akhir kurang jleb. Biasanya saya memaki Mac Alejandre dan Ricky Lee dengan ceritanya yang absurd, tapi melihat Salawahan, rasanya ini jauh lebih jelek. Mungkin film ini adalah sebuah usaha membuat transisi dari softcore menjadi film komersil yang lebih ringan dan bisa dinikmati lebih banyak orang. Sayangnya gagal.

Nonton 11 Februari 2024.

Leave a comment

Moon Maidens (2023)Moon Maidens (2023)27th May 2024Azi Satria
Cleavagefield (2009)Cleavagefield (2009)27th Feb 2024Azi Satria
Design a site like this with WordPress.com
Get started