Pantasya ni Tami (2024)

🌟 8/10 🌟

Softcore yang baik, sayangnya bisa berpotensi stereotyping.

Ada beberapa poin yang cukup mengganggu, tapi dalam kacamata film dewasa sudah cukup baik. Ceritanya sederhana dan ditutup dengan sederhana pula. Bukan untuk konsumsi masyarakat umum, tapi menghibur dengan caranya sendiri. Secara menyenangkan juga, filmnya tidak penuh penderitaan selayaknya film Vivamax biasanya. Film ini warna-warni, memberikan kesan ceria sekalipun ada masalah cukup serius yang diangkat.

Ketegangan yang terjadi di dalam rumah selalu jadi topik yang seksi untuk diangkat, termasuk film ini. Persahabatan yang ditampilkan juga sangat baik—bahkan ini film yang paling waras dalam konteks persahabatan dibanding film-film Vivamax yang lain. 

Kita dibawa ke dalam kehidupan Tami (Azi Acosta) yang dengan riang gembira ingin berkarir sebagai cosplayer. Sayang sekali kecintaannya pada anime dan budaya Jepang ditentang keluarganya. Ayahnya sedikit lebih lembut dalam menangani Tami, tapi lain cerita dengan ibu tirinya. Selayaknya pemeran antagonis dalam sinetron, si ibu tiri menganggap Tami tidak berguna—bernapas pun salah.

Beruntung ada Jhona (Zia Zamora) yang mau membantu Tami. Jhona adalah kawan dekatnya, senantiasa mendukung kegiatan Tami di dunia per-wibuan. Hari berganti dan Tami perlahan mulai meniti karir di dunia cosplay, sekaligus menjadi model gravure.

Saya merasa sedikit ada stereotyping terhadap komunitas anime, tapi biasanya komunitas wibu tidak baperan. Malah mungkin sebagian diantara mereka menganggap film ini sebagai guyonan semata. Kurang tahu dengan skena wibu di Filipina, yang jelas jika di Indonesia, sepertinya mereka tidak akan butthurt dengan film semacam ini. Seperti pedang bermata dua, film ini bisa menunjukkan sisi gelap dunia perwibuan atau justru sebaliknya, memperlihatkan support dan kompaknya komunitas.

Ini film Vivamax ke-32 yang saya tonton, dan sejauh ini, film yang berhasil adalah film yang tidak muluk-muluk dengan ceritanya. Terkadang membuat cerita yang terlalu rumit untuk barang seperti ini hanya berakhir dalam kesia-siaan, karena toh durasinya akan tetap bersinggungan dengan adegan dewasa. Ceritanya kadang tidak tersampaikan dengan baik, adegan dewasanya juga malah tidak maksimal.

Beruntungnya, film ini cukup ringan untuk dinikmati. Selayaknya film Vivamax biasanya, semua orang di film ini nymphomaniac, dimana ada tempat dan kesempatan, disitulah kesenangan bisa dimulai. Proper sebagai softcore, memiliki adegan yang variatif dengan fantasi yang cukup oke. Kehadiran Shiena Yu yang berperan sebagai Coleen juga menambah suasana menjadi semakin panas.

Memang pada akhirnya Vivamax seperti berdiri di dua sisi yang berlawanan. Beberapa film garapan Roman Perez Jr. misalnya yang diproduksi di Vivamax seolah ingin keluar dari bayang-bayang softcore, tapi di sisi yang lain film semacam Pantasya ni Tami tetap betah memberikan sensasi hot and steamy

Sebagai penonton, saya juga bingung. Kadang ada film yang serius digarap sebagai sebuah ‘film beneran’ tapi kadang rilis film lain yang semacam ini, memuaskan birahi semata. Dalam krisis identitasnya, tetap saja sebagian karya-karya negara tetangga ini patut diapresiasi. Seperti kata orang, semua karya itu baik, semua karya memiliki penggemarnya masing-masing. 

Perlahan namun pasti, sinema panas Filipina memberikan warna baru di industri hiburan. Corak ini memudahkan penonton. Penonton film BL pergilah menonton film Thailand, pecinta horror dan komedi masuklah ke Indonesia dan siapapun yang menggemari sinema panas tontonlah karya Filipina. 

Pantasya ni Tami memiliki elemen panas yang sangat baik, apalagi jika dibandingkan dengan film-film sebelumnya. Secara teknis menjadi lebih baik, meskipun tetap mau misuh-misuh melihat adegan slowmo yang tidak perlu dan CGI yang jelek dan kejar tayang.

Nonton 11 Februari 2024.

Leave a comment

Sila Ay Akin (2023)Sila Ay Akin (2023)7th Feb 2024Azi Satria
Erotic Symphony (1980)Erotic Symphony (1980)27th May 2024Azi Satria
Design a site like this with WordPress.com
Get started